Jumat, 30 Juli 2010

Udah bener belum cara bunda mendidik anak?


Ga sengaja menemukan "curhatan" dari Rhenald Kasali yang cukup menoyor kepala saya untuk menjadi ibu yang lebih baik. Postingan ini semata-mata hanya untuk mengingatkan saya kembali suatu hari nanti kali-kali kelupaan,tapi buat yang minat mo baca yuk mari kita renungkan bersama-sama. Bantulah anak kita serta orang lain untuk maju,bukan dengan menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti melainkan dengan memberikan encourage agar dapat melahirkan generasi yang hebat. Mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau ketakutan. enjoy :)

********************************

*RHENALD KASALI *

*Thursday, 15 July 2010*
LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah
tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. *

Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya
itu telah
diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat,bagus sekali. Padahal
dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa.

Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan
kepada saya dan
saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu
buruk, logikanya sangat sederhana. *

Saya memintanya memperbaiki kembali,sampai dia menyerah.

Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan
diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai?
Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah
diberi nilai
tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri. Sewaktu saya protes, ibu guru
yang menerima saya hanya bertanya singkat. "Maaf Bapak dari mana?"

"Dari Indonesia," jawab saya. Dia pun tersenyum.*

*Budaya Menghukum *

Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya.

Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat.

"Saya mengerti," jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap
simpatik itu. "Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang
anakanaknya dididik di sini,"lanjutnya. "Di negeri Anda, guru sangat sulit
memberi nilai.Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan
untuk merangsang orang agar maju. Encouragement! " Dia pun melanjutkan
argumentasinya.

"Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbedabeda. Namun untuk
anak sebesar
itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat
menjamin, ini adalah karya yang hebat," ujarnya menunjuk karangan berbahasa
Inggris yang dibuat anak saya. Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran
berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita.

Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang
nilai "A", dari program master hingga doktor. Sementara di Indonesia,
saya harus
menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji
yang siap menerkam. Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinya
dengan
mudah.

Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar
siap.

Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan
penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan
begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafikgrafik yang saya buat
dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti.

Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan
kekurangan

penuh keterbukaan. Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya
sering
saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut "menelan"
mahasiswanya yang duduk di bangku ujian. *

Etika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan,
penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap
seakan-akan
kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya sempat mengalami frustrasi yang
luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf, menurut hemat
saya sangat tidak manusiawi. Mereka bukan melakukan encouragement, melainkan
discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan
pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang yang tertekan ternyata
belakangan
saya temukan juga menguji dengan cara menekan.

Ada semacam balas dendam dan kecurigaan. Saya ingat betul bagaimana
guru-guru di
Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak-anak di
sana mampu
menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel.
Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan
karakternya sangat kuat: karakter yang membangun, bukan merusak. Kembali ke
pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. "Janganlah kita
mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di
depan," ujarnya dengan penuh kesungguhan.

Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk

verbal.

Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya

tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk
bekerja lebih keras, seperti berikut. "Sarah telah memulainya dengan berat,
dia
mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang
berarti." Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan
mengecup
keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi
penilaian yang tidak objektif. Dia pernah protes saat menerima nilai E yang
berarti excellent (sempurna),tetapi saya mengatakan "gurunya salah". Kini saya
melihatnya dengan kacamata yang berbeda.

*Melahirkan Kehebatan *

Bisakah kita mencetak orang orang hebat dengan cara menciptakan
hambatan dan rasa
takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta
ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan
penghapus
yang dilontarkan dengan keras oleh guru,sundutan rokok, dan seterusnya. Kita
dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas...; Kalau,...;
Nanti,...;
dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor
di
sekolah.

Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi
lebih

disiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif dan
mengendurkan
semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia
tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya,dapat
tumbuh.

Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat
dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia
dapat tumbuh,
sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada orang
pintar dan
ada orang yang kurang pintar atau bodoh.*

Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh.

*RHENALD KASALI *

Kamis, 29 Juli 2010

Mempersiapkan Pendidikan Anak


Luarbiasa kaget saat melihat deretan angka terpampang di depan gwe, 12 milar! ya, Dua Belas Miliar Rupiah. itu lah perkiraan present value biaya kuliah anak gwe nanti yang sekarang ini baru berumur 1,5 tahun! angka itu muncul dari hasil hitung-hitungan temen gwe yang lagi jualan asuransi pendidikan anak.

"Tuh Rin,makanya lo harus punya asuransi pendidikan dari sekarang,hitung-hitung nyicil biar ga berat dikemudian hari"


Itu baru biaya pendidikannya aja,belom lagi les-les,ekstra kurikuler,ina-inu,berapa yg harus disisihkan tiap bulan?trus entar kalo udah nabung tiap bulan tiba-tiba pas hari H taunya ga cukup gimana?weleh..weleehhh... paniiikkkkkk!!!!! eittsss,tunggu dulu,jangan panik ibu-ibu hehe... sebagai mommy jaman sekarang yang moderen nan cerdas harus punya strategi loh menyikapinya.

Apa mau terus-terusan jadi budak duit wkwkwkw.... nabuuuunggg aja terus,mau berapa lama? kayaknya kita perlu kembali lagi ke fundamentalnya. sebenarnya yang anak perlukan adalah pendidikannya, bukan dananya loh.
maksudnya gini, bukan karena kita membayar jutaan rupiah yg bikin anak jadi pandai
tapi karena anak kita dididik dengan baik

Artinyaaa.... jika memikirkan pendidikan anak,maka ada 2 point yg harus dipantau:
1. Tempat pendidikannya
2. Kualitas anak didiknya

Biasanya yg pertama ini yg perlu dana besar, tapi yg kedua ini cukup murah.
Jadi kalo point kedua bisa kita bikin sangat bagus, yg pertama bisa murah juga

contohnya waktu penerimaan mahasiswa baru di PTS,hasil dari ujian saringan masuk biasanya kan dirangking tuh. yg hasil tesnya bagus rangkingnya tinggi, yg hasil tesnya rendah rangkingnya juga rendah. Nah, uang sumbangan juga berdasarkan rangking :P tentu saja yg rangkingnya tinggi boleh nyumbang lebih sedikit,dan yg hasil tesnya jeblog, otomatis rangkingnya pun rendah, terpaksa bayar uang sumbangan berkali2 lipat kalo pengen diterima...

Jadi kalo gitchuuuuu..., knapa ga kita buat aja anak kita pinter biar rangkingnya tinggi jadi sumbangannya pun murah hahahaha... *tertawa ala orang pelit*

Naaaahhh,setelah konsultasi via milis dengan bapak Priambudi dari Safir Senduk dan Rekan,beliau memberikan contoh road map biar ga kebobolan dikemudian hari(thanks to him,telah membukakan mata ku). Gwe share aja karena pasti banyak mommy-mommy yang sama pusingnya dengan gwe :)

1. Agar syaraf anak ga rusak jangan terlalu banyak makan MSG,biar dikemudian hari kecerdasannya ga berkurang.Berikan makanan yg kaya gizi.

(bukannya jajanan anak2 itu banyak MSG? brarti kita harus mengurangi jajanan anak,
lumayan uangnya bisa dipake u bikin makanan di rumah yg bebas MSG... lebih hemat malah...)

2. Persiapkan secara fenotip lingkungan tumbuhnya.
lingkungan keluarga seperti apa yg dibutuhkan agar anak bisa berkembang secara optimal. kalo anak bisa berkembang dengan baik, bisa belajar dengan baik,
nantinya dia ga perlu bimbel.


(betul,betul,betul...lumayan kan harga bimbel..jadi uangnya bisa dipake u kursus musik,atau ikut sekolah sepak bola aja biar nantinya memperkuat tim merah putih ^_^
eh iya lupa,Sophie kan perempuan paak...wkwkwkw... kalo gitu ikut tenis aja,biar jadi maria sharapova ke2... hehehee)

Ada satu point lagi yang mau gwe tambahkan biar anak tidak berkurang kecerdasannya. ini gwe dapat dari sharing notes di facebook account an Wulan Darmanto.

3. Jangan membentak anak.
Seorang ahli pernah berkata, bahwa setiap kali seorang anak dibentak atau dimarahi, akan ada satu syaraf kecerdasan di otaknya yang putus.

walaupun ga tau pasti apakah temuan ini bisa dipertanggungjawabkan, tapi yang saya yakini adalah membentak anak bisa membuat jiwanya keruh, hatinya galau, dan kebahagiaannya terampas.

Segitu dulu deh. tips diatas udah membukakan mata ku lebih lebar lagi :) bagaimana dengan kamu?? semoga bermanfaat yaaa ^_^